- Kapolres Tanjab Barat Turun langsung ke lokasi Kebakaran -----
- POLRES TANJAB BARAT BAKTI SOSIAL BEDAH RUMAH WARGA TAK LAYAK HUNI DALAM RANGKA HUT BHAYANGKARA KE 76
- DALAM RANGKA HUT BHAYANGKARA KE 76, POLRES TANJAB BARAT BAKTI SOSIAL BEDAH RUMAH WARGA TAK LAYAK HUN
- Antisipasi Gangguan Kamtibmas Bhabinkamtibmas Polsek tungkal ilir menyambangib masyarakat -----
- Satgas Ops Bina Karuna Polres Tanjab Barat Gelar Sosialisasi dan Imbauan - Humas Polri
- Pastikan Kab. tanjab Barat aman, Polres dan Jajaran Polsek Kab. Tanjab Barat Lakukan sambang dan pat
- Hadiri Pemakaman anggota Bhayangkari cab. Tanjab Barat, Kapolres Tanjab Barat Ucapkan Belasungkawa
- Polres Tanjab Barat lakukan pengamanan Gereja Saat Hari Kenaikan Isa Almasih 26 Mei 2022 guna antisi
- PBB Jadikan 91Command Center Polri ITDC di Bali Sebagai Percontohan Dunia*
- Jambi – Polda Jambi akan mengawal aturan pemerintah soal BBM subsidi agar tepat sasaran
Polri yang Sibuk
Berita Terkait
- Curhat Menkominfo: Blokir Itu Bikin Capek1
- DIVISI TI POLRI GARDA DEPAN TEKNOLOGI INFORMASI POLRI0
- Beri Rasa Aman Warga Beribadah Sholat Tarawih, Polisi di Tanjabbar Patroli Ke Masjid-masjid0
- Polres Tanjab Barat Gelar Rapat Koordinasi Ops Ramadniya0
- Safari Ramadhan di Sarolangun, Ketua Bhayangkari Terjun Langsung Berikan Takzil ke Pengendara0
- Berbagi dengan Sesama, Ketua Bhayangkari berikan Tali Asih kepada Kaum Dhuafa0
- Safari Ramadhan di Batang Hari, Ketua Bhayangkari Kunjungi Korban Laka Lantas0
- Ketua Bhayangkari Daerah Jambi Pimpin Sertijab Pengurus Bhayangkari Dan Yayasan Kemala Bhayangkari0
- Serah Terima Jabatan Ibu Asuh Polwan Polda Jambi3
- Kapolres Tanjab Barat Beri Arahan Khusus Terhadap Personel Lantas0
Berita Populer
- Dengan Sholat Tahajjud 5 penyakit bisa disembuhkan
- DIVISI TI POLRI GARDA DEPAN TEKNOLOGI INFORMASI POLRI
- 18 Manfaat Sholat Tahajjaud
- Ditemukan sesosok Mayat laki-laki di Tepi Sei Ancol Beach Kuala Tungkal
- 45 Botol miras berbagai merk Disita Tim Ops Pekat II polsek Merlung
- Reskrim Polsek Tungkal ilir kurang dari 24 jam berhasil menciduk pelaku curas sarang Walet
- Polsek Tungkal Ulu Ciduk Pelaku Curanmor di KM 2,5 Tebing Tinggi.
- Gunakan Mobil Penyuluhan, Sat Binmas Berikan Himbauan Kepada Masyarakat
- Kapolres Tanjab Barat pimpin Sertijab Kabag Sumda, Kasat Intelkam dan Kasat Narkoba Polres Tanjab Ba
- Divisi Humas Polri Inisiasi Lomba Fotografi dengan Tema Soliditas TNI POLRI Membangun Negeri

Oleh: Adrianus Meliala
Menurut penulis, Kapolri Tito Karnavian memulai jabatannya pada saat yang salah. Mengapa? Sebab, sejak dilantik pada Agustus 2016, Polriterus- menerus disibukkan berbagai peristiwa kamtibmas yang menuntut mulai dari perhatian, tenaga, hingga dana amat besar.
Sebut saja proses penyelidikan dan penyidikan kasus Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), dilanjutkan kasus makar serta kasus penodaan oleh ulama. Pengamanan dua demo besar di Jakarta tahun lalu sangat menguras tenaga anggota Polri. Hal itu berlanjut hingga demo besar yang juga terjadi tahun ini menjelang masa pemungutan suara terkait pilkada serentak di seluruh Indonesia.
Kecenderungan beberapa kalangan yang gemar mengerahkan massa juga membuat Polri hanya bersikap reaktif. Belum lagi penanganan kasus teror dan beberapa kejahatan yang menarik perhatian masyarakat (seperti kejahatan siber dan narkotika) sungguh membuat polisi sibuk.
Jika jajaran kepolisian sibuk menghadapi berbagai masalah kamtibmas, masih adakah tersisa waktu untuk mengurusi dirinya sendiri? Itulah tesis tulisan ini.
Kapolri cerdas
Saat diumumkan sebagai pengganti Badrodin Haiti, hampir tak ada pihak yang berkeberatan dengan pilihan presiden itu. Reputasi kerja menonjol, kepribadian santun, dan intelektualitas di atas rata-rata menjadikan Tito sebagai Kapolri yang hampir sempurna. Hampir semua orang, di dalam maupun di luar Polri, berharap banyak kepadanya dalam rangka membawa kepolisian menjadi semakin profesional, modern, dan terpuji. Ketiga hal ini lalu disingkat menjadi Promoter dan jadi jargon baru yang dikumandangkan di semua kantor polisi se Indonesia.
Setelah setengah tahun menjabat, anggapan positif tentang Tito tidak berubah. Langkah-langkahnya mengendalikan tuntutan massa dalam kasus Ahok ataupun saat merekayasa aliran massa yang bak air bah saat demo "411" dan "212" dilakukan dengan dingin sekaligus tegas.
Tidak hanya jago di lapangan, Tito juga rajin melobi berbagai pihak yang punya pengaruh dalam menciptakan rangka situasi kamtibmas yang kondusif. Alhasil, penulis menduga, Tito akan atau bahkan sudah kelelahan dan kehabisan waktu untuk studi terkait organisasi Polri dan untuk mengutak-atik kemungkinan solusi strategis.
Permasalahannya, jika kecerdasan sang Kapolri hanya dihabiskan untuk menangani hal-hal pragmatis, "kasusal", dan menyangkut level teknis saja, maka kapasitas Tito tak akan optimal. Dia berpotensi menjadi tak ubahnya sekadar Kapolri yang mengejar prestasi dari kasus ke kasus, yang melakukan perubahan seadanya dan yang memilih menjaga keseimbangan daripada melakukan terobosan.
Sebagai mantan komisioner di Komisi Kepolisian Nasional, telah lama penulis melihat bahwa permasalahan Polri berada di manajemen sumber daya manusia. Manajemen yang ada sekarang kelihatan tidak kuat mendukung permasalahan di seputar 400.00 anggota Polri. Mengapa demikian? Utamanya karena tidak didukung oleh basis data yang kuat guna menopang pola penempatan, penugasan, pendidikan, serta pengakhiran tugas dari masing-masing personel.
Akibatnya, walau mungkin persentasenya cenderung mengecil, masih terdapat celah untuk diskresi guna mengesampingkan ketentuan yang ada. Demikian pula celah untuk manajemen jendela (bergantung siapa yang diingat pimpinan).
Tersirat bahwa masalah SDM Polri menyangkut basis data yang kuat itu terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi. Secara umum, peran teknologi informasi di Polri masih amat terbatas. Walau Polrimemiliki Divisi Teknologi Informasi, tetapi tidak ada aplikasi teknologi informasi yang dapat dibanggakan dan atau berlaku di seluruh Polri. Banyak aplikasi yang hanya berlaku di tingkat polda, misalnya, atau khusus di satuan kerja tertentu. Agak susah membayangkan organisasi sebesar Polri, dengan uraian tugas beragam, bisa bekerja optimal tanpa dukungan teknologi informasi memadai.
Jika mau meneropong permasalahan secara lebih jauh, dengan mudah kita melihat pula permasalahan di reserse. Proses kerja dari satuan yang merupakan andalan Polri ini hampir semua dikerjakan secara manual, minim dukungan teknologi informasi. Upaya menjadikan penyidik sebagai profesi yang tidak bisa dimasuki sembarang orang, antara lain melalui penerbitan sertifikasi, hingga kini tak jadi-jadi. Manajemen penyidikan juga dipenuhi praktik penundaan berlarut sehingga tak jelas batas waktu penyelesaian suatu kasus.
Jika ditanya mengapa demikian, penyidik umumnya mengeluh anggaran yang terbatas. Ini ada benarnya. Walaupun jika mau melihat ke belakang, anggaran penyidikan yang sekarang dimiliki Polrisebetulnya sudah merupakan karunia luar biasa.
Polri belum bisa keluar dari jebakan belanja gaji bagi anggotanya yang terus membengkak (kini 70-an persen) dan menekan komponen belanja modal dan belanja barang. Ada kemungkinan, jika Polri tak melakukan moratorium penerimaan anggota, maka anggaran Polriyang diterima dari negara akan habis untuk gaji saja. Artinya, tidak ada lagi uang untuk operasi dan pembangunan kantor baru, misalnya.
Ada permasalahan lain? Masih banyak. Namun, itu dia, kesibukan Polrimengatasi kasus demi kasus yang bersifat pragmatis dan segera bisa membuat Polri kehabisan waktu guna berpikir masalah strategis tentang dirinya dan fungsinya di masyarakat.
Pusat pemikiran
Tentu Tito tidak bisa memilih kapan dirinya menjabat. Jika sekarangPolri dikepung permasalahan kemasyarakatan, itulah realitas yang harus dihadapi. Bagaimana mencari solusinya?
Implisit di balik kekuatan sang Kapolri, kemungkinan itu pula yang jadi kelemahannya: penggerak bagi perubahan organisasi melulu diletakkan di bahu Tito sendiri. Sementara perwira-perwira tinggi lain bersembunyi. Ada yang karena tidak memiliki pemikiran yang bernas, ada pula yang karena jerih apabila diadu dengan pemikiran sang Kapolri.
Membiarkan Kapolri menjadi pemikir strategik utama dan satu-satunya tentu berbahaya. Selain bahaya one man show, juga ada bahaya mental fatigue bila orang harus menanggung beban berat sendirian.
Di pihak lain, Polri harus terus mendorong pusat-pusat pemikiran di kepolisian ataupun perwira yang bertendensi pemikir untuk terus melahirkan ide-ide terobosan yang pada gilirannya diakomodasi oleh pimpinan puncak Polri. Kegiatan berpikir ini umumnya jauh dari kesibukan operasional yang tinggi.
Hal itu bukannya tidak ada. Meski demikian, ide atau pemikiran yang dilahirkan itu masih kental dengan pemikiran khas komunitas Polri: "bagaimana agar Polri tambah kuat, tambah besar sehingga perlu ditambah anggaran, kewenangan, dan sebagainya". Jika tipikal pemikiran seperti itu yang selalu muncul, alih-alih mendukung kerja pimpinan puncak Polri, malah akan tambah membebani Polri.
Sejauh ini pusat-pusat pemikiran Polri masih dipersepsi sebagai tempat buangan. Kalaupun tidak lagi, maka lembaga seperti Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian, misalnya, tidaklah dianggap bergengsi dalam pembentukan kebijakan. Padahal, jika semua satuan kerja Polri sibuk ngurusi masalah operasional, maka Polri akan kehabisan kemampuan melihat dan berbuat yang visioner.
Adrianus Meliala
Komisioner Ombudsman RI
